Berdasarkan objek karyanya, resensi terdiri atas bermacam-macam jenis. Seperti yang terdapat di dalam contoh di atas, ada resensi untuk novel; ada pula yang berupa kumpulan cerpen. Berdasarkan objek tanggapannya, ada pula yang berupa film, drama, lagu, buku ilmu pengetahuan, lukisan, dan karya-karya lainnya.
Dengan perbedaan-perbedaan objek karya itu, informasi yang kita dapat pun akan bermacam-macam pula. Misalnya, dari resensi novel atau kumpulan cerpen, informasi yang kita dapatkan adalah tentang alur, penokohan, latar, dan hal-hal lainnya yang terdapat di dalam bukubuku cerita itu. Berbeda halnya apabila resensi itu tentang buku populer, informasi yang kita dapatkan berupa sejumlah ilmu pengetahuan yang dapat memperluas wawasan kita tentang topik yang dibahas oleh buku itu.
Perhatikanlah contoh resensi berikut!
Beragam tema, beragam kisah terangkum di kumpulan cerita pendek Cerita Cinta Indonesia ini. Mulai dari jejak sastra hingga cerita pendek teenlit tergores dalam 45 cerpen buah karya 45 penulis yang pasti sudah Anda kenal. Membaca kumpulan cerita pendek ini seakan-akan memilih beraneka rasa dan rupa dalam sajian paket lengkap. Sebabnya, ada begitu terlalu banyak kisah kehidupan yang menunggu untuk dinikmati para pembacanya. Ada kisah cinta, misteri, persahabatan, dan beragam tema lainnya, yang ditampilkan secara serius dan populer.
Buku ini memang menawarkan tema dan rasa yang berbeda-beda. “Nasihat Nenek” karya Clara Ng dan “Asylum” karya Lexie Xu merupakan cerpen yang mengundang rasa mencekam. Atmoster horornya sangat terasa. Pada deretan galau maker ada “Rindu yang Terlalu” karya Arswendo Atmowiloto, “Gerimis yang Ganjil “ oleh Budi Maryono, “Rindu” oleh Dewi Kharisma Michellia, “Hachiko” dan “Luka yang Setia” oleh Eka Kurniawan, “Muse” oleh Ika Natassa dan “Gadis dan Pohon Jambu” oleh M. Aan Mansyur. Beberapa penulis terkenal sebagai penulis teenlit juga tampil di buku ini, seperti “Tabula Rasa” oleh Debbie Wijaja, “Savana” oleh Dyan Nuranindya, “Gelas di Pinggir Meja” oleh Ken Terate, “SMS” oleh Luna Torashyngu, dan “Letting Go” oleh RisTee.
Ada pula cerpen-cerpen menarik lain dan memukau. “Dua Garis” oleh Jessica Huawae bisa membuat rasa muak pembacanya. Bukan muak karena kualitas cerpennya. Akan tetapi, hal itu disebabkan oleh temanya yang memang merupakan kenyataan sebenarnya. “Persepsi” oleh Maggie Tiojakin yang bermain-main dengan persepsi pembacanya. “Apalah Artinya Nama” oleh Marga T. bisa membuat para pembaca penasaran: berapa persentase kebenaran di cerpen tersebut. Terakhir ada “Bahagia Bersyarat” oleh Okky Madasari bisa membuat pembaca bertanya-tanya, “Apa arti sesungguhnya dari kata bahagia itu; benarkah kita sudah merasa bahagia di kehidupan sekarang?”
Selain itu, bukan berarti cerpen-cerpen yang tidak disebutkan itu jelek, ya. Tulisan ini bisa terlalu panjang jika harus diulas satu per satu. Lebih baik pembaca sendiri yang membuktikannya. Saya sendiri merasa puas setelah membacanya. Bahkan, para penulis yang sebelumnya kurang saya sukai, mampu membuat saya menikmati cerita yang mereka tuturkan itu.
Bacaan di atas juga berkategori sebagai resensi. Melalui resensi tersebut, dapat kita peroleh informasi ataupun gambaran tentang cerpen-cerpen yang ada di dalamnya. Selain itu, terdapat pula rincian tentang tema dan evaluasi terhadap kelebihan cerpen-cerpen yang ada di dalamnya.
Berikut contoh resensi lainnya.
Sensual! Itu adalah kata yang tepat untuk menggambarkan nyawa musik yang dibawa oleh band asal Malang ini. Hadir kembali meramaikan kancah musik lokal, Atlesta mengusung nuansa percampuran musik pop, RnB dengan jazz dalam dua belas lagu besutan Fifan Christa dan kawankawan ini.
Album kedua bertitel Sentation dimulai dengan lagu berjudul “Aroma”. Lirik yang singkat dengan sayup-sayup vokal perempuan, membiarkan pendengarnya berimajinasi dalam track pemanasan ini. Tidak cukup sampai di situ, lagu kedua berjudul “Paris Weekend” juga membawa pada imajinasi seolah-olah berada dalam perjalanan panjang menuju ke suasana romantis bersama musik bernuansa jazz 80-an. Dalam lagu kedua ini sekilas melemparkan ingatan kita pada musik yang diusung oleh grup band Earth Wind and Fire.
Melompat ke lagu selanjutnya adalah “Oh You”. Jika di album sebelumnya kesan seksi nan nakal ditonjolkan oleh Fifan dan kawankawan, barangkali lagu inilah yang mewakili perubahan kesan seksi-nakal ke seksi-elegan. Hal itu terlihat dari pemilihan diksi yang jauh lebih halus tanpa meninggalkan kesan sensual.
“Oh you, just feel the night // Alright, just turn me right // Oh you, turn off the light // Anybody alright, take it all to say.” Melodinya catchy, dijamin, sekali mendengarkan kita tidak akan kesulitan untuk mengingat lagu ini.
Coba kuping lagu berjudul “Senstation”. Pada lagu ini nuansa RnB lebih terasa dengan ketukan unik. Soal pemilihan lirik, bisa dibilang dari semua lagu di album ini, lagu ”Senstation”-lah yang masih lekat dengan bagaimana fantasi panasnya gairah cinta ala Atlesta.
“In the end of conversation, you’re just leaving a sensation. Oh baby c’mon closer to me. All I want is just a pleasure, with an overnight sensation.” Gotcha! Ditambah dengan bumbu vokal dari vokalis perempuan di tengah track-nya, cukup menggoda dan menerbangkan imajinasi, bukan?
Album yang dikemas dengan dominan warna hitam ini menyuguhkan dua instrumen. Pertama adalah “Sunset” didominasi oleh gitar. Nuansa itu sekilas terdengar ala Kings of Convenience ini. Sementara itu, pada lagu kesembilan kita dibawa mendengarkan dentingan piano yang menenangkan setelah diajak menggoyangkan tubuh pada lagu sebelumnya, “Cadillac Model”.
Jika Anda adalah pecinta musik sekaligus penikmat fotografi, di album ini kita bisa menikmati keduanya sekaligus karena Atlesta mengemas lirik-lirik dalam album Sensation itu ke dalam 14 lembar foto menarik. Sayangnya lirik-lirik tersebut tidak semuanya tercetak dengan baik, dengan font handwriting yang cukup sulit untuk dibaca.
Secara umum, album ini sebenarnya sudah mampu mendekati apa yang diinginkan Atlesta, yakni kesan klasik. Atlesta jauh lebih matang, penuh gairah, namun tetap catchy. Sangat layak untuk dikoleksi tentunya!
Teks tersebut menyajikan informasi tentang isi dan kelebihan-kelebihan yang ada pada suatu album lagu berjudul Sentation. Tentu saja informasi-informasi yang disajikan resensi tersebut berbeda dengan yang sebelumnya. Informasi yang dikemukakan resensi album lagu cenderung pada warna yang diberikan pada setiap lagu di dalamnya di samping mungkin pula ada gambaran informasi tentang ilustrasi/foto-foto yang ada pada album lagu tersebut.
Tugas
1. Perhatikanlah teks resensi berikut!
Legenda Cinta Layla-Majnun
Judul : Laila-Madjnoen (Tjeritera di Tanah Arab); Laila Majnun karya Nizami; Layla Majnun, Roman Cinta Paling Populer & Abadi
Penulis : Hamka (Hadji Abdul Malik Karim Amrullah)
Penerbit : Balai Poestaka, 1932; Ilman Books, 2002; Navila, 2002
Tebal : 74 halaman; 222 halaman; 200 halaman
Kalau ada kisah cinta abadi antara seorang perempuan dan laki-laki yang menjadi legenda di dunia Timur, itulah legenda Layla dan Majnun. Kisah ini begitu melegenda sehingga muncul banyak versi menyangkut lika-liku hubungan cinta Layla dan Majnun.
Ada anggapan bahwa kisah cinta Layla-Majnun ini hampir-hampir menyerupai cerita Romeo and Juliet karya sastrawan Inggris, William Shakespeare, terutama dalam hal tragedi yang menyelubungi hubungan cinta sepasang kekasih. Meski demikian, cerita Romeo and Juliet adalah salah satu karya yang ditulis oleh tangan William Shakespeare pada abad ke-16. Sementara itu, Layla dan Majnun merupakan sebuah cerita yang dikisahkan dari mulut ke mulut dan baru pada abad ke-12 dituliskan oleh seorang penyair dari Azerbaijan, Nizami Ganjavi, dalam bentuk syair. Versi Nizami inilah yang kemudian merupakan cerita yang paling populer.
Menurut Jean-Pierre Guinhut, seorang orientalis dan ahli mengenai kebudayaan dan filsafat Timur yang juga pernah menjadi Duta Besar Perancis untuk Azerbaijan, pengaruh cerita Layla-Majnun ini melampaui tradisi Timur. Jika melihat kembali ke masa Abad Pertengahan, yaitu sekitar abad ke-11-13, banyak dari karya sastra Barat saat itu memiliki jejak sastra oriental yang kemudian memengaruhi karya-karya sastra seperti cerita kepahlawanan Jerman abad ke-13 berjudul Tristan und Isolde yang ditulis oleh Gottfried von Strassburg atau dongeng Perancis, Aucassin et Nicolette.
Sampai saat ini, kisah Layla-Majnun merupakan cerita yang paling populer di Timur Tengah maupun Asia Tengah, di antara bangsa-bangsa Arab, Turki, Persia, Afgan, Tajiks, Kurdi, India, Pakistan, dan Azerbaijan. Kepopuleran kisah ini memberi inspirasi banyak seniman, baik pelukis, pemusik, maupun pembuat film, menciptakan beragam karya seni yang menggambarkan kisah-kasih Layla dan Majnun.
Di dalam buku terbitan Balai Poestaka ini dikisahkan tentang Qais dan Layla yang hidup di negeri Nedjd, salah satu wilayah di tanah Arab. Mereka adalah sepasang remaja yang sejak kecil sering bermain bersama dan ketika menginjak remaja pergi belajar di sekolah yang sama. Qais berwajah tampan, sementara Layla adalah gadis rupawan yang menjadi dambaan setiap laki-laki. Keduanya saling jatuh cinta, namun adat melarang mereka mengekspresikan gelora cinta secara terbuka. Dengan demikian, perasaan keduanya hanya ditumpahkan dalam bentuk syair ketika mereka mempunyai kesempatan bertatap muka secara diam-diam.
Suatu ketika Qais memutuskan untuk ikut bersama ayahnya, Al- Mulawwah, berniaga ke negeri lain agar kelak ia memiliki bekal pengetahuan sendiri tentang perniagaan. Pamitlah ia kepada Layla dan memberikan seuntai kalung mutiara sebagai tanda kesetiaannya. Qais meminta Layla untuk melepaskan sebuah mutiara dari untaiannya apabila waktu sudah menunjukkan bulan baru. Meskipun sangat sedih, Layla merelakan kekasihnya pergi mencari pengalaman.
Sepeninggal Qais, Layla hanya bermenung diri dan menciptakan syair sebagai pelambang rindu. Suatu hari, ayah Layla, Al-Mahdi, pulang ke rumah bersama seorang tamu bernama Sa’d bin Munif, yang diajak menginap. Tamu itu seorang saudagar kaya raya yang berasal dari Irak. Ketika berjumpa Layla, Sa’d bin Munif langsung jatuh cinta dan melamar Layla kepada ayahnya. Tanpa sepengetahuan Layla, Al-Mahdi menerima lamaran tersebut karena tergiur oleh mas kawin 1.000 dinar dan harta kekayaan Sa’d bin Munif. Layla tak berdaya melawan perintah ayahnya karena adat memang menyatakan bahwa laki-laki berkuasa atas perempuan.
Sementara itu, Qais yang telah memasuki bulan ke-9 ikut berniaga ke negeri-negeri seperti Damsjik, Jerusalem, Hims, Halab, Anthakijah, Irak, Koefah, hingga Basrah tidak dapat lagi menahan rindunya terhadap Layla. Wajahnya tampak muram dan badannya semakin kurus. Ayah Qais melihat kesedihan anaknya dan menanyakan ada apakah gerangan yang telah mengganggu pikirannya. Akhirnya Qais berterus terang tentang kisah cintanya dengan Layla. Demi mendengar penuturan anaknya, Al- Mulawwah memutuskan segera kembali ke kampung halamannya dan berjanji akan melamar Layla untuk Qais.
Ketika sampai kampung halaman, Al-Mulawwah bergegas menemui ayah Layla dan menawarkan 100 unta sebagai pengganti uang 1.000 dinar yang telah diberikan Sa’d bin Munif. Akan tetapi, dengan sombongnya, ayah Layla menolak lamaran Al-Mulawwah. Tak berapa lama kemudian, pesta perkawinan Layla dan Sa’d bin Munif diselenggarakan secara besarbesaran. Hancur luluhlah hati Qais. Tak ada satu obat pun yang bisa menyembuhkan sakitnya ini, meskipun orang tuanya telah mendatangkan banyak tabib ternama. Sejak itu Qais tidak mau berbicara kepada orang lain, ia sibuk dengan dirinya sendiri dan sering kali terlihat berbicara sendiri. Karena perilaku aneh inilah orang sekampungnya memanggil Qais dengan Majnun, yang berarti kurang sempurna pikirannya.
Lain halnya dengan Layla, meskipun kini telah menjadi istri Sa’d bin Munif, ia tetap mencintai Qais. Menurut Layla, secara fisik ia boleh menjadi istri Sa’d bin Munif, tetapi jiwanya tetap untuk Qais. Dalam ungkapannya, di dunia Qais dan Layla bukanlah pasangan suami istri, tetapi di akhirat mereka menjadi pasangan abadi. Karena tak kuat menanggung penderitaan cinta ini, Layla sakit dan selalu memanggil nama Qais. Akhirnya Qais pun dipanggil untuk menemui Layla. Ketika mereka bertemu, Layla memberi pesan terakhir bahwa mereka akan bertemu nanti di akhirat sebagai sepasang kekasih. Demi melihat kekasihnya meninggal, putus asalah Qais. Tak ada lagi keinginannya untuk hidup. Sehari-hari kerjanya hanya duduk di pusara Layla hingga akhirnya Qais meninggal. Jasad Qais pun dibaringkan di samping pusara Layla.
Kira-kira 10 tahun kemudian, beberapa musafir menziarahi kubur mereka berdua. Di atas kedua pusara itu telah tumbuh dua rumpun bambu yang pucuknya saling berpelukan. Masyhurlah kisah ini sebagai kisah Layla-Majnun.
Tujuh puluh tahun setelah penerbitan buku ini oleh Balai Poestaka, pada tahun 2002 kisah ini dibukukan kembali oleh dua penerbit, Ilman Books dan Navila, masing-masing dengan judul Laila Majnun dan Layla Majnun, Roman Cinta Paling Populer & Abadi. Di dalam kedua buku itu disebutkan bahwa kisah yang ditulis merupakan saduran karya Nizami dari buku berbahasa Arab dengan judul Qays bin al Mulawah, Majnun Layla dan versi bahasa Inggris berjudul Laili and Majnun: A Poem serta Layla and Majnun By Nizami.
Meskipun ketiga buku tersebut sama mengungkap tragedi kisah cinta Layla dan Majnun, tetapi terdapat beberapa perbedaan menyangkut detail cerita. Pertama, di dalam buku terbitan Balai Poestaka disebutkan bahwa Qais adalah anak saudagar bernama Al-Mulawwah, yang sering bepergian ke negeri-negeri lain untuk berniaga. Sementara di dalam dua buku yang terbit tahun 2002 hanya disebutkan bahwa Qais adalah anak semata wayang seorang saudagar bernama Syed Omri atau Sayid. Ayah Qais dikabarkan telah lama menanti kehadiran anak semata wayangnya untuk meneruskan garis keturunan keluarga.
Perbedaan kedua, di buku Balai Poestaka, suami Layla dikabarkan pergi dari negeri Nedjd setelah kematian Layla. Sementara di buku terbitan 2002, suami Layla, Ibnu Salam, meninggal lebih dahulu dibandingkan dengan Layla. Beberapa perbedaan ini disebabkan, pertama, banyaknya penyair ataupun sastrawan yang menuliskan kisah Layla-Majnun. Kedua, lebih banyak lagi penulis yang menyadur kisah Layla-Majnun berdasarkan syair yang ditulis para penyair atau sastrawan tadi.
Kepopuleran kisah Layla-Majnun ini membuat dua buku terbitan tahun 2002 itu mengalami cetak ulang beberapa kali. Bahkan, buku terbitan Navila menjadi buku paling laris dengan mencetak rekor memasuki cetakan ke-18 pada bulan Mei 2004. Sementara buku terbitan Ilman Books telah masuk periode cetakan ke-6 pada tahun 2004 ini.
Kemasyhuran kisah Layla-Majnun ini juga telah memberi inspirasi kepada sutradara kondang Indonesia, almarhum Sjumandjaja, untuk membuat cerita bagi layar lebar. Pada tahun 1975, dibuatlah film berjudul Laila Majenun dengan bintang utama Rini S. Bono sebagai Laila dan Ahmad Albar sebagai Majenun. Film ini pun mengantongi penghargaan untuk kategori Aktor Pembantu Terbaik bagi almarhum Farouk Afero pada Festival Film Indonesia 1976.
Berdasarkan teks tersebut, informasi manakah yang sesuai dengan yang tersaji di dalam tabel berikut?
2. Berdasarkan objeknya, termasuk ke dalam bentuk resensi apakah teks tersebut? Jelaskanlah alasan-alasannya secara berdiskusi! Sertakan pula kutipan-kutipan dari teks tersebut untuk memperkuat alasan-alasan itu.
Contoh Jawaban
1. Pada jawaban ini, peserta didik mengidentifikasi informasi yang terdapat pada teks resensi yang telah dicontohkan. Pengerjaannya bisa berdasarkan format tabel yang ada.
2. Pada jawaban ini, peserta didik berdiskusi mengemukakan pemahaman terhadap teks resensi yang telah dibaca dengan menyertakan alasan-alasannya. Pengerjaannya bisa dalam tabel yang telah disajikan, meliputi objek resensi, alasan, dan sertakan kutipan isi teks dalam bentuk kalimat atau paragraf.