Cerita pendek merupakan salah satu karya sastra yang lebih terfokus pada satu tokoh dalam satu situasi. Dalam cerita pendek, kita akan banyak menemukan berbagai karakter tokoh, baik protagonis maupun antagonis. Keduanya merupakan cerminan nyata dari kehidupan di dunia. Namun, dari karakter tokoh tersebut kita dapat menemukan nilai-nilai kehidupan, yaitu perbuatan baik yang harus kita tiru dan perbuatan buruk yang harus kita jauhi.
Kegiatan 1
Memahami Informasi tentang Nilai-Nilai Kehidupan dalam Cerita Pendek
Bacalah cerita pendek di bawah ini dengan baik!
Robohnya Surau Kami
oleh A.A. Navis
Alangkah tercengangnya Haji Saleh, karena di neraka itu banyak temannya di dunia terpanggang panas, merintih kesakitan. Dan ia tambah tak mengerti lagi dengan keadaan dirinya, karena semua orang yang dilihatnya di neraka tak kurang ibadatnya dari dia sendiri. Bahkan, ada salah seorang yang telah sampai empat belas kali ke Mekah dan bergelar Syeh pula. Lalu Haji Saleh mendekati mereka, lalu bertanya kenapa mereka di neraka semuanya. Tetapi sebagaimana Haji Saleh, orang-orang itu pun tak mengerti juga.
“Bagaimana Tuhan kita ini?” kata Haji Saleh kemudian. “Bukankah kita disuruh-Nya taat beribadah, teguh beriman? Dan itu semua sudah kita kerjakan selama hidup kita. Tapi kini kita dimasukkan ke neraka.”
“Ya. Kami juga berpendapat demikian. Tengoklah itu, orang-orang senegeri kita semua, dan tak kurang ketaatannya beribadat.”
“Ini sungguh tidak adil.”
“Memang tidak adil,” kata orang-orang itu mengulangi ucapan Haji Saleh.
“Kalau begitu, kita harus minta kesaksian kesalahan kita. Kita harus mengingatkan Tuhan, kalau-kalau ia silap memasukkan kita ke neraka ini.”
“Benar. Benar. Benar,” sorakan yang lain membenarkan Haji Saleh.
“Kalau Tuhan tak mau mengakui kesilapan-Nya, bagaimana?” suatu suara melengking di dalam kelompok orang banyak itu.
“Kita protes. Kita resolusikan,” kata Haji Saleh.
“Apa kita revolusikan juga?” tanya suara yang lain, yang rupanya di dunia menjadi pemimpin gerakan revolusioner.
“Itu tergantung pada keadaan,” kata Haji Saleh. “Yang penting sekarang, mari kita berdemonstrasi menghadap Tuhan.”
“Cocok sekali. Di dunia dulu dengan demonstrasi saja, banyak yang kita peroleh,” sebuah suara menyela.
“Setuju! Setuju! Setuju!” mereka bersorak beramai-ramai.
Lalu, mereka berangkatlah bersama-sama menghadap Tuhan. Dan Tuhan bertanya, “ Kalian mau apa?”
Haji Saleh yang menjadi pemimpin dan juru bicara tampil ke depan.
Dan dengan suara yang menggeletar dan berirama indah, ia memulai pidatonya.
“O, Tuhan kami yang Mahabesar. Kami yang menghadap-Mu ini adalah umat-Mu yang paling taat beribadat, yang paling taat menyembah-Mu. Kamilah orang-orang yang selalu menyebut nama-Mu, memuji-muji kebesaran-Mu, mempropagandakan keadilan-Mu, dan lain-lainnya. Kitab- Mu kami hafal di luar kepala kami. Tak sesat sedikit pun membacanya. Akan tetapi, Tuhanku yang Mahakuasa, setelah kami Engkau panggil kemari, Engkau masukkan kami ke neraka. Maka sebelum terjadi halhal yang tidak diingini, maka di sini, atas nama orang-orang yang cinta pada-Mu, kami menuntut agar hukuman yang Kau jatuhkan kepada kami ditinjau kembali dan memasukkan kami ke surga sebagaimana yang Engkau janjikan dalam kitab-Mu.”
“Kalian di dunia tinggal di mana?” tanya Tuhan.
“Kami ini adalah umat-Mu yang tinggal di Indonesia, Tuhanku.”
“O, di negeri yang tanahnya subur itu?”
“Ya. Benarlah itu, Tuhanku.”
“Tanahnya yang mahakaya raya, penuh oleh logam, minyak, dan berbagai bahan tambang lainnya, bukan?”
“Benar. Benar. Benar. Tuhan kami. Itulah negeri kami,” mereka mulai menjawab serentak. Karena fajar kegembiraan telah membayang di wajahnya kembali. Dan yakinlah mereka sekarang, bahwa Tuhan telah silap menjatuhkan hukuman kepada mereka itu.
“Di negeri, di mana tanahnya begitu subur, hingga tanaman tumbuh tanpa ditanam?”
“Benar. Benar. Benar. Itulah negeri kami.”
“Di negeri, di mana penduduknya sendiri melarat itu?”
“Ya. Ya. Ya. Itulah dia negeri kami.”
“Negeri yang lama diperbudak orang lain itu?” “Ya, Tuhanku. Sungguh laknat penjajah penjajah itu, Tuhanku.”
“Dan hasil tanahmu, mereka yang mengeruknya dan diangkutnya ke negerinya, bukan?”
“Benar Tuhanku, hingga kami tidak mendapat apa-apa lagi. Sungguh laknat mereka itu.”
“Di negeri yang selalu kacau itu, hingga kamu dengan kamu selalu berkelahi, sedang hasil tanahmu orang lain juga yang mengambilnya, bukan?”
“Benar, Tuhanku. Tapi bagi kami soal harta benda itu, kami tak mau tahu. Yang penting bagi kami ialah menyembah dan memuji Engkau.”
“Engkau rela tetap melarat, bukan?”
“Benar. Kami rela sekali, Tuhanku.”
“Karena kerelaanmu itu, anak cucumu tetap juga melarat, bukan?”
“Sungguhpun anak cucu kami melarat, tapi mereka semua pintar mengaji. Kitab-Mu mereka hafal di luar kepala belaka.”
“Tapi seperti kamu juga, apa yang disebutnya tidak dimasukkan ke hatinya, bukan?”
“Ada, Tuhanku.”
“Kalau ada, mengapa biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua? Sedang harta bendamu kau biarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri engkau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang aku menyuruh engkau semuanya beramal di samping beribadat.
Bagaimana engkau bisa beramal kalau engkau miskin? Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk disembah saja, hingga kerjamu lain tidak memuji-muji dan menyembah-Ku saja. Tidak. Kamu semua mesti masuk neraka! Hai malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di keraknya.”
Semuanya jadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka sekarang apa jalan yang diridai Allah di dunia.
Tetapi Haji Saleh ingin juga kepastian, apakah yang dikerjakannya di dunia ini salah atau benar. Tetapi ia tak berani bertanya kepada Tuhan, ia bertanya saja pada malaikat yang menggiring mereka itu.
“Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami menyembah Tuhan di dunia?” tanya Haji Saleh.
“Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, hingga mereka itu kucar-kacir selamanya.. Itulah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak mempedulikan mereka sedikit pun.”
Demikian cerita Ajo Sidi yang kudengar dari Kakek. Cerita yang memurungkan Kakek.
Dan besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tak pergi menjenguk.
“Siapa yang meninggal?” tanyaku kaget.
“Kakek.”
“Kakek?”
“Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang ngeri sekali. Ia menggorok lehernya dengan pisau cukur.”
“Astaga. Ajo Sidi punya gara-gara,” kataku seraya melangkah secepatnya meninggalkan istriku yang tercengang-cengang.
Aku mencari Ajo Sidi ke rumahnya. Tetapi aku berjumpa sama istrinya saja. Lalu aku tanya dia.
“Ia sudah pergi,” jawab istri Ajo Sidi. “Tidak ia tahu Kakek meninggal?”
“Sudah. Dan ia meninggalkan pesan agar dibelikan kafan buat Kakek tujuh lapis.” “Dan sekarang,” tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh perbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikit pun bertanggung jawab,” dan sekarang ke mana dia?”
“Kerja.”
“Kerja?” tanyaku mengulangi hampa.
“Ya. Dia pergi kerja.”***
Cerita yang telah kamu baca itu dinamakan cerita pendek. Sesuai dengan namanya, cerita pendek (cerpen) adalah cerita yang menurut wujud fisiknya berbentuk pendek. Ukuran panjang pendeknya suatu cerita memang relatif. Namun, pada umumnya cerita pendek merupakan cerita yang habis dibaca sekitar sepuluh menit atau setengah jam. Jumlah katanya sekitar 500 – 5.000 kata. Oleh karena itu, cerita pendek sering diungkapkan dengan “cerita yang dapat dibaca dalam sekali duduk”.
Untuk memahami isi suatu cerpen, termasuk nilai-nilai yang ada di dalamnya, kita sebaiknya mengawalinya dengan sejumlah pertanyaan. Dengan demikian, pemahaman kita terhadap cerpen itu akan lebih terfokus dan lebih mendalam. Pertanyaan-pertanyaan itu dapat dikelompokkan yakni mulai dari pemahaman literal, interpretatif, intergratif, kritis, dan kreatif. Untuk itu, kita pun dapat mengujinya dengan sejumlah pertanyaan seperti berikut.
1. Pertanyaan literal
a. Di mana dan kapan cerita itu terjadi?
b. Siapa saja tokoh cerita itu?
2. Pertanyaan interpretatif?
a. Apa maksud tersembunyi di balik pernyataan tokoh A?
b. Bagaimana makna lugas dari perkataan tokoh B?
3. Pertanyaan integratif
a. Bercerita tentang apakah cerpen di atas?
b. Apa pesan moral yang hendak disampaikan pengarang dari cerpennya itu?
4. Pertanyaan kritis
a. Ditinjau dari sudut pandang agama, bolehlah tokoh C berbohong pada tokoh A?
b. Apa kelebihan dan kelemahan cerpen itu berdasarkan aspek kebahasaan yang digunakannya?
5. Pertanyaan kreatif
a. Bagaimana sikapmu apabila berposisi sebagai tokoh A dalam cerpen itu?
b. Bagaimana kira-kira kelanjutan cerpen itu seandainya tokoh utamanya tidak dimatikan pengarang?
Tugas
1. Setelah membaca cerita di atas, kamu sudah memiliki pemahaman yang jelas tentang pengertian dan karakteristik cerita pendek. Sekarang, buktikanlah pemahamanmu itu dengan menunjukkan sekurangkurangnya lima contoh cerita lainnya yang berkategori cerpen. Sajikanlah hasilnya dalam rubrik berikut!
2. Secara berdiskusi kelompok, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!
a. Di mana dan kapan peristiwa dalam cerita itu terjadi?
b. Kata-kata “robohnya surau kami” itu maksudnya apa?
c. Pesan-pesan yang disampaikan pengarang melalui cerpennya itu apa saja?
d. Setujukah kamu dengan isi cerita itu dan adakah hal-hal yang bertentangan dengan kayakinanmu sendiri?
e. Bagaimana hubungan kamu sendiri selama ini dengan Tuhan? Ceritakanlah!
3. Kerjakanlah hal berikut sesuai dengan instruksinya!
a. Buatlah lima pertanyaan lainnya secara berkelompok untuk menguji pemahaman literal, interpretatif, integratif, kritis, dan kreatif!
b. Mintalah teman-teman kamu dari kelompok lain untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu!
Contoh Jawaban
1. Menyajikan contoh cerpen.
Judul Cerpen
Bulan Biru
Pengarang
Gus Tf Sakai
Sumber
Buku Kumpuan Cerpen
Inti Cerita
Dalam cerpen ini mengisahkan tentang beberapa binatang yang bisa berbicara seperti manusia. Mereka saling bergotong-royong dalam mendirikan bangunan..
Judul Cerpen
Serpihan di Teras Rumah
Pengarang
Zaidinoor
Sumber
Buku Kumpuan Cerpen
Inti Cerita
Cerpen ini mengisahkan tentang seorang perempuan tua bernama Ni Siti yang hidup seorang diri setelah ditinggalkan suaminya. Ni Siti bekerja sebagai pengambil getah karet.
Judul Cerpen
Rumah Tuhan
Pengarang
AK. Basuki
Sumber
Buku Kumpuan Cerpen
Inti Cerita
Cerpen ini mengisahkan tentang ketulusan dan kesabaran seorang Ibu dalam menolong orang lain. Tidak pernah mengeluh terhadap penderitaan yang dialaminya.
Judul Cerpen
Piutang-piutang Menjelang Ajal
Pengarang
Jujur Pranoto
Sumber
Buku Kumpuan Cerpen
Inti Cerita
Cerpen ini tentang seorang keponakan yang mempunyai piutang kepada pamannya. Utang tersebut harus dibayar sebelum pamannya meninggal.
Judul Cerpen
Alesia
Pengarang
Sungging Raga
Sumber
Buku Kumpuan Cerpen
Inti Cerita
Cerpen ini tentang perasaan seorang anak yang mengorbankan diri demi kesembuhan ibunya.
2. Menjawab pertanyaan dengan berdiskusi
a. Peristiwa dalam cerpen ini berada di Kota, di Surau Kakek, rumah Ajo Sidi, dan lain-lain. Terjadi pada siang dan malam hari.
b. Maksud dari Robohnya Surau Kami ialah Masjid yang berukuran kecil yang terdapat di kota kelahiran tokoh utama. Tokoh utama ini diceritakan sebagai seseorang yang hidupnya hanya beribadah sepanjang hari.
c. Pesan-pesan dalam cerpen ini ialah jangan cepat bangga dengan perbuatan baik yang dilakukan karena hal tersebut bisa saja baik di hadapan manusia tetapi kurang baik di hadapan Tuhan; jangan mementingkan diri sendiri; jangan cepat marah terhadap orang yang memberi nasihat.
d. Setuju. Tidak ada hal yang bertentangan.
e. Hubungan dengan Tuhan begitu dekat. Kedekatan tersebut dilakukan dengan beribadah tepat waktu dan mengamalkannya dengan berbuat baik kepada sesama.
3. Pada jawaban ini, peserta didik membuat pertanyaan secara berkelompok dan meminta teman-teman lain menjawab pertanyaan tersebut.
a. Pertanyaan Literal:
Kapankah peristiwa dalam cerpen tersebut terjadi?
b. Pertanyaan Interpretatif:
Dalam cerpen tersebut terdapat percakapan antara tokoh protagonis dengan tokoh antagonis. Apakah maksud yang tersembunyi di balik percakapan tokoh antagonis kepada tokoh protagonis?
c. Pertanyaan Integratif:
Bercerita tentang apakah teks cerita pendek yang dibaca?
d. Pertanyaan Kritis:
Dalam cerpen tersebut terdapat nilai-nilai budaya dan sosial. Jika dihubungkan dengan kenyataannya, apakah nilai-nilai tersebut sudah sesuai di masyarakat?
e. Pertanyaan Kreatif:
Bagaimana menurutmu jika tokoh utama terus-menerus mengalami penderitaan?