Apa yang terjadi seandainya Indonesia pada tahun 1945 tidak dinyatakan merdeka? Pernahkah pertanyaan seperti ini tebesit dalam pikiran Anda? Seandainya Sukarno dan Muhammad Hatta tidak pernah membacakan teks proklamasi kemerdekaan tepat pada 17 Agustus, 72 tahun lalu. Bagaimana nasib Indonesia?
Memperoleh kemerdekaan merupakan dambaan hidup bagi setiap bangsa, karena dalam kehidupan yang bebas dan merdeka itulah setiap bangsa dapat menunjukkan kemampuannya untuk membangun diri, bangsa dan negaranya menuju kehidupan yang lebih cerah dan sejahtera. Peristiwa yang dinanti-nantikan rakyat Indonesia akhirnya terjadi juga.
Atas nama bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Proklamasi 17 Agustus 1945 tersebut merupakan alat hukum internasional untuk memberitahukan kepada dunia luar bahwa sejak saat itu bangsa Indonesia telah menjadi bangsa merdeka yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Janji Perdana Menteri Koiso
Pada tahun 1944, kedudukan jepang dalam perang Asia Timur Raya semakin terdesak. Dengan jatuhnya pulau Saipan(Juli1944) ke tangan Amerika Serikat (Sekutu), mengakibatkan kekalahan Jepang di Asia Pasifik tinggal menunggu waktu. Pada situasi demikian perlawanan rakyat semakin menyala. Keadaan tersebut tersebut di perburuk oleh turunnya moril prajurit, krisis ekononi, dan politik di dalam negeri Jepang sendiri.
Pada tanggal 15 November 1943, delegasi Chuo Sangi In yang diwakili oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Bagus Hadikusumo diundang ke Jepang. Pada saat bertemu dengan Perdana Mentei Tojo, delegasi Chuo Sangi In minta agar Indonesia diizinkan mengibarkan bendera Sang Saka Merah Putih, diizinkan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, serta mendesak agar Indonesia disatukan dalam satu pemerintahan.
Namun permintaan tersebut ditolak Perdana Menteri Tojo menyatakan belum dapat memberikan jaminan kepada Ir. Soekarno kecuali Jepang sudah memenangkan perang.
Pada tanggal 17 Juli 1944, Jenderal Hideki Tojo meletakkan jabatan sebagai perdana menteri dan digantikan oleh Jenderal Kuniaki Koiso. Jenderal Koiso mempunyai tugas berat dalam memulihkan kewibawaan Jepang di mata bangsa Asia. Salah satunya dengan menjanjikan kemerdekaan kepada sejumlah negara termasuk Indonesia.
Perdana Menteri Koiso pada tanggal 7 September 1944 mengeluarkan pernyataan bahwa “Indonesia akan diberi kemerdekaan di kemudian hari”. Pernyataan Koiso tersebut kemudian terkenal dengan sebutan “Janji Koiso”.
Janji Koiso tersebut dikemukakan di depan sidang Teikoku Ginkai (Parlemen Jepang). Adapun tujuan dikeluarkan Janji Kosio tersebut agar rakyat Indonesia tidak mengadakan perlawanan terhadap Jepang. Bukti kesungguhan Janji Koiso tersebut adalah dengan diperbolehkan mengibarkan bendera Merah Putih di kantor-kantor pemerintah, tetapi bendera Merah Putih harus berdampingan dengan bendera Jepang (Hinomaru).
Pada tanggal 10 September 1944 pemerintah Pendudukan Jepang di Indonesia menambah anggota Chuo Sangi In dari 23 orang yang diangkat oleh saiko shikikan ditambah 5 orang lagi, sehingga menjadi 28 orang anggota.
Lima orang tambahan tersebut adalah : R. Abikusno Cokrosuyoso, R. Margono Joyoadikusumo, Mr. R.W. Sumanang, M.R. Sujono, dan R. Gatot Mangkuprojo. Pada tanggal 17 November 1944 anggota Chuo Sangi In ditambah lagi 12 orang.