Pembicaraan seputar topik aborsi oleh ibu yang tidak menginginkan kelahiran bayinya, selalu menjadi pembincangan yang hangat dikalangan masyarakat baik itu di dalam forum resmi maupun forum-forum non-formal lainnya. Aborsi bukahlah hal yang baru namun sudah ada mada zaman dahulu dimana dalam penanganan aborsi, cara yang digunakan meliputi cara yang sesuai dengan protokol medis maupun cara tradisional, yang dilakukan oleh dokter, bidan maupun dukun beranak, baik di kota-kota besar maupun di daerah terpencil.
Moral dan agama merupakan dua bagian pokok yang mempersulit adanya kesepakatan tentang kebijakan penanggulangan masalah aborsi. Oleh karena itu, aborsi yang ilegal dan tidak sesuai dengan cara-cara medis masih tetap berjalan sehingga menjadi masalah besar yang masih mengancam perempuan dalam masa reproduksi.
Terlihat sekarang ilmu pengetahuan semakin berkembang, baik itu dari segi teknologi maupun hukum, para dokter harus berhadapan dengan adanya hak otonomi pasien. Sehingga dengan hak tersebut pasien dapat menentukan sendiri tindakan apa yang hendak dilakukan dokter terhadap dirinya, maupun berhak menolaknya. Saat pasien tidak puas dengan hasil yang dilakukan oleh dokter, maka pasien dapat menuntut dokter tersebut atas dasar kelalaian yang dilakukan dokter tersebut.
Timbulnya berbagai pembicaraan dan undang-undang soal hak otonomi perempuan membuat hak atas diri sendiri ini memasuki area wacana soal aborsi, atau penentuan dari pihak perempuan yang merasa berhak juga untuk menentukan nasibnya sendiri terhadap adanya kehamilan yang tidak diinginkannya.
Namun, bila dilihat dari sisi para pelaku pelayanan kesehatan ini, seorang dokter pada waktu lulus, sudah bersumpah untuk akan tetap selalu menghormati setiap kehidupan insani mulai dari saat pembuahan sampai saat meninggal. Karenanya, tindakan aborsi ini sangat bertentangan dengan sumpah dokter sebagai pihak yang selalu menjadi pelaku utama (selain para tenaga kesehatan baik formal maupun non-formal lainnya) dalam hal tindakan aborsi ini. Pengguguran atau aborsi dianggap suatu pelanggaran pidana.
Sampai saat ini, di banyak negara masih banyak tanggapan yang berbeda-beda tentang aborsi. Para ahli agama, ahli kesehatan, ahli hukum, dan ahli sosial-ekonomi memberikan pernyataan yang masing-masing ada yang bersifat menentang, abstain, bahkan mendukung. Para ahli agama memandang bahwa apapun alasannya aborsi merupakan perbuatan yang bertentangan dengan agama karena bersifat menghilangkan nyawa janin yang berarti melakukan pembunuhan, walaupun ada yang berpendapat bahwa nyawa janin belum ada sebelum 90 hari.
Ahli kesehatan secara mutlak belum memberikan tanggapan yang pasti, secara samar-samar terlihat adanya kesepakatan bahwa aborsi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan penyebab, masa depan anak serta alasan psikologis keluarga terutama ibu, asal dilakukan dengan cara-cara yang memenuhi kondisi dan syarat-syarat tertentu. Begitu juga dengan ahli sosial kemasyarakatan yang mempunyai pandangan yang tidak berbeda jauh dengan ahli kesehatan.
Namun pada umumnya, para ahli-ahli tersebut menentang dilakukannya aborsi buatan, meskipun jika berhadapan dengan masalah kesehatan (keselamatan nyawa ibu) mereka dapat memahami dapat dilakukannya aborsi buatan. Dilihat dari adanya undang-undang yang diberlakukan di banyak negara, setiap negara memiliki undang-undang yang melarang dilakukannya aborsi buatan meskipun pelarangannya tidak bersifat mutlak.
Sampai saat ini praktik aborsi masih terus berlangsung, baik yang legal maupun yang ilegal. Bahkan menurut Azrul Azwar, sumbangan aborsi ilegal di Indonesia mencapai kurang lebih 50 persen dari angka kematian ibu (AKI), sementara angka kematian ibu di Indonesia (AKI) ini adalah yang tertinggi di Asia.
Penyebab dari kejadian aborsi
- Faktor ekonomi, di mana dari pihak pasangan suami isteri yang sudah tidak mau menambah anak lagi karena kesulitan biaya hidup, namun tidak memasang kontrasepsi, atau dapat juga karena kontrasepsi yang gagal.
- Faktor penyakit herediter, di mana ternyata pada ibu hamil yang sudah melakukan pemeriksaan kehamilan mendapatkan kenyataan bahwa bayi yang dikandungnya cacat secara fisik.
- Faktor psikologis, di mana pada para perempuan korban pemerkosaan yang hamil harus menanggung akibatnya. Dapat juga menimpa para perempuan korban hasil hubungan saudara sedarah (incest), atau anak-anak perempuan oleh ayah kandung, ayah tiri ataupun anggota keluarga dalam lingkup rumah tangganya.
- Faktor usia, di mana para pasangan muda-mudi yang masih muda yang masih belum dewasa dan matang secara psikologis karena pihak perempuannya terlanjur hamil, harus membangun suatu keluarga yang prematur.
- Faktor penyakit ibu, di mana dalam perjalanan kehamilan ternyata berkembang menjadi pencetus, seperti penyakit pre-eklampsia atau eklampsia yang mengancam nyawa ibu.
- Faktor lainnya, seperti para pekerja seks komersial, ‘perempuan simpanan’, pasangan yang belum menikah dengan kehidupan seks bebas atau pasangan yang salah satu/keduanya sudah bersuami/beristri (perselingkuhan) yang terlanjur hamil.
Dari banyaknya penyebab permasalahan aborsi di atas, semua pihak dihadapkan pada adanya pertentangan baik secara moral dan kemasyarakatan di satu sisi maupun dengan secara agama dan hukum di lain sisi. Dari sisi moral dan kemasyarakatan, sulit untuk membiarkan seorang ibu yang harus merawat kehamilan yang tidak diinginkan terutama karena hasil pemerkosaan, hasil hubungan seks komersial (dengan pekerja seks komersial) maupun ibu yang mengetahui bahwa janin yang dikandungnya mempunyai cacat fisik yang berat.
Anak yang dilahirkan dalam kondisi dan lingkungan seperti ini nantinya kemungkinan besar akan tersingkir dari kehidupan sosial kemasyarakatan yang normal, kurang mendapat perlindungan dan kasih sayang yang seharusnya didapatkan oleh anak yang tumbuh dan besar dalam lingkungan yang wajar, dan tidak tertutup kemungkinan akan menjadi sampah masyarakat.
Di samping itu, banyak perempuan merasa mempunyai hak atas mengontrol tubuhnya sendiri. Di sisi lain, dari segi ajaran agama, agama manapun tidak akan memperbolehkan manusia melakukan tindakan penghentian kehamilan dengan alasan apapun. Sedangkan dari segi hukum, masih ada perdebatan-perdebatan dan pertentangan dari yang pro dan yang kontra soal persepsi atau pemahaman mengenai undang-undang yang ada sampai saat ini. Baik dari UU kesehatan, UU praktik kedokteran, kitab undang-undang hukum pidana (KUHP), UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan UU hak azasi manusia (HAM).
Keadaan seperti di atas inilah dengan begitu banyak permasalahan yang kompleks yang membuat banyak timbul praktik aborsi gelap, yang dilakukan baik oleh tenaga medis formal maupun tenaga medis informal. Baik yang sesuai dengan standar operasional medis maupun yang tidak, yang kemudian menimbulkan komplikasi – komplikasi dari mulai ringan sampai yang menimbulkan kematian.
Definisi dari aborsi sendiri adalah adanya perdarahan dari dalam rahim perempuan hamil di mana karena sesuatu sebab, maka kehamilan tersebut gugur dan keluar dari dalam rahim bersama dengan darah, atau berakhirnya suatu kehamilan sebelum anak berusia 22 minggu atau belum dapat hidup di dunia luar. Biasanya disertai dengan rasa sakit di perut bawah seperti diremas-remas dan perih.
Pembagian Aborsi
- Aborsi spontan yang terjadi akibat keadaan kondisi fisik yang turun, ketidakseimbangan hormon didalam tubuh, kecelakaan, maupun sebab lainnya.
- Aborsi buatan, yang dibagi menjadi aborsi provokatus terapetikus (buatan legal) dan aborsi provokatus kriminalis (buatan ilegal). Aborsi provokatus terapetikus adalah pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat-syarat medis dan cara yang dibenarkan oleh peraturan perundangan, biasanya karena alasan medis untuk menyelamatkan nyawa/mengobati ibu. Aborsi provokatus kriminalis adalah pengguguran kandungan yang tujuannya selain untuk menyelamatkan/mengobati ibu, dilakukan oleh tenaga medis/non-medis yang tidak kompeten, serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh peraturan perundangan. Biasanya di dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan.
Tahapan aborsi spontan dari segi medis
- Aborsi iminens, yaitu adanya tanda-tanda perdarahan yang mengancam adanya aborsi, di mana janin sendiri belum terlepas dari rahim. Keadaan seperti masih dapat diselamatkan dengan pemberian obat hormonal serta istirahat total.
- Aborsi insipiens, yaitu aborsi yang sedang berlangsung, di mana terjadi perdarahan yang banyak disertai janin yang terlepas dari rahim. Jenis seperti ini biasanya janin sudah tidak dapat lagi diselamatkan.
- Aborsi inkomplitus, yaitu sudah terjadi pembukaan rahim, janin sudah terlepas dan keluar dari dalam rahim namun masih ada sisa plasenta yang menempel dalam rahim, dan menimbulkan perdahan yang banyak sebelum akhirnya plasenta benar-benar keluar dari rahim. Pengobatannya harus dilakukan kuretase untuk mengeluarkan sisa plasenta ini.
- Aborsi komplitus, yaitu aborsi di mana janin dan plasenta sudah keluar secara lengkap dari dalam rahim, walaupun masih ada sisa-sisa perdarahan yang kadang masih memerlukan tindakan kuretase untuk membersihkannya.
Ketentuan yang berkaitan dengan soal aborsi dan penyebabnya di Indonesia
Pasal 229: Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
Pasal 346: Seorang perempuan yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347:
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama duabelas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama limabelas tahun.
Pasal 348:
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara tujuh tahun.
Pasal 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
Kesimpulan dari pasal diatas
- Seorang perempuan hamil yang dengan sengaja melakukan aborsi atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
- Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, dan jika ibu hamil tersebut mati, diancam penjara 15 tahun penjara.
- Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
- Jika yang melakukan atau membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk berpraktik dapat dicabut.
- Setiap janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup serta mempertahankan hidupnya.