Penindasan oleh Belanda ternyata membuat rakyat Indonesia menjadi bersatu untuk melawan dengan sekuat tenaga maupun pikiran. Pergerakan nasional bangsa Indonesia tersebut justru melahirkan tokoh-tokoh nasional. Tokoh-tokoh tersebut antara lain sebagai berikut.
Ki Hajar Dewantara
Nama kecil Ki Hajar Dewantara yaitu Raden Mas Suwardi Suryaningrat. Beliau dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Dengan tujuan mencapai Indonesia merdeka, Ki Hajar Dewantara bersama dengan Dr. Cipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker membentuk Indische Partij.
Ki Hajar Dewantara sebagai sosok pemberani menulis tulisan yang berjudul Als Ik Sens Nederlander was yang artinya “Seandainya Aku Seorang Belanda”. Tulisan tersebut berisi sindiran dan kecaman yang keras dan pedas untuk pemerintah Belanda. Hal tersebut mengakibatkan beliau dibuang ke Belanda pada tahun 1913.
Beliau begitu cerdik sehingga walaupun ia dibuang akan tetapi tetap menggunakan kesempatan tersebut untuk memperdalam pendidikannya sehingga mendapatkan Europeesche Akte (Akta Guru Eropa). Sedangkan, ketika masa pendudukan Jepang tahun 1943, Ki Hajar Dewantara membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) bersama Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan K.H. Mas Mansyur.
Ki Hajar Dewantara kembali ke tanah air dengan membawa pencerahan untuk dunia kependidikan di Indonesia pada tahun 1918. Beliau mendirikan Taman Siswa dengan corak nasional pada tanggal 3 Juli 1922. Beliau menjadi Bapak Pendidikan dan setelah Indonesia merdeka beliau diangkat sebagai Menteri Pendidikan, Pangajaran, dan Kebudayaan. Ajaran Ki Hajar Dewantara yang terkenal dan merupakan semboyan Taman Siswa adalah (1) Ing ngarsa sung tuladha (2)Ing madya mangun karsa (3) Tut wuri handayani.
Rajen Ajeng Kartini
Raden Ajeng Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di Jepara. Ayahnya merupakan seorang adipati di Jepara. Ketika usia 12–16 tahun, Kartini hidup dalam pingitan. Beliau pernah menghabiskan waktunya dengan mengajar siswa-siswa pribumi. Hal tersebut menjadikannya sering menulis surat kepada sahabat-sahabatnya di negeri Belanda. Kartini juga aktif dalam memperjuangkan cita-citanya. Beliau bercita-cita mewujudkan persamaan hak pria dan wanita sehingga berani mendirikan sekolah untuk kaum perempuan di Jepara.
J.H. Abendanon salah seorang sahabatnyamenerbitkan 106 pucuk surat Kartini menjadi sebuah buku. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Armijn Pane. Buku tersebut berjudul ”Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Muhammad Husni Thamrin
Muhammad Husni Thamrin lahir di Jakarta pada tanggal 16 Februari 1894. Tahun 1919, beliau diangkat menjadi anggota Dewan Kota Batavia (Jakarta), kemudian diangkat menjadi anggota Volksraad pada tahun 1927.
Setelah dr. Sutomo meninggal dunia, M.H. Thamrin bergabung dengan Partai Parindra (Partai Indonesia Raya). M.H. Thamrin sebagai ketua Parindra dan juga anggota Volksraad yang kritis dan selalu menentang kesewenang-wenangan Belanda terhadap nasib pekerja dan rakyat Indonesia. Hal tersebut menjadikannya dikenai tahanan rumah pada tanggal 6 Januari.